Selasa, 04 Desember 2012

hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus bayi usia 9-12 bulan


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia pada dasarnya selalu ingin tahu yang benar. Untuk memenuhi rasa ingin tahu ini, manusia sejak jaman dahulu telah berusaha mengumpulkan pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Semenjak adanya sejarah kehidupan manusia di bumi ini, manusia telah berusaha mengumpulkan fakta. Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja (Notoatmodjo,2010 : 2,10).
Pembentukan kualitas SDM yang optimal baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat tergantung dari proses tumbuh dan  kembang  pada usia dini. perkembangan anak adalah segala perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi maupun perkembangan psikososial yang terjadi dalam usia anak (Endah,2008 : 1). Salah satu bentuk perkembangan yang harus dicapai anak yaitu perkembangan motorik halus yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang cermat   (Depkes RI,2005 : 7).
Semenjak bayi berusia 9-12 bulan mulai dapat menunjukkan keterampilan-keterampilan yang mereka miliki seperti : belajar mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Saat ini masih terdapat anak usia 9-12 bulan yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halusnya hal ini dapat dilihat dari cara mereka menggenggam pensil atau benda, memindahkan mainan atau kue kering dari satu tangan ke tangan yang lain. untuk meningkatkan perkembangan anak tersebut diperlukan stimulasi yang dapat meningkatkan ketrampilan anak tersebut diantaranya stimulasi dengan tumbuh-tumbuhan, stimulasi dengan mainan yang ditumpuk-tumpuk. Stimulasi sangat penting dibutuhkan untuk merangsang anak agar mau mengenal keterampilan dan pengetahuan yang baru sehingga kecerdasan anak dapat meningkat (Farmawa,2008 : 2).
Jumlah Balita di Indonesia sekitar 10% dari seluruh populasi. Maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Pembinaan pertumbuhan perkembangan anak  secara komperhensip dan berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan pertumbuhan perkembangan  balita dilakukan pada  “masa kritis“ (Depkes RI, 2005:1). Data diatas analisa situasi orang tua dan anak  di Dinas Kesehatan tingkat I Propinsi Jawa Timur 2008 untuk deteksi tumbuh kembang  balita  di Jawa Timur di tetapkan 80% tetapi cakupan diperiksa 40-59% dan mengalami perkembangan tidak optimal sebanyak 0,14% (Bejo,2010 : 2). Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari poli tumbuh kembang RSUD Sidoarjo bulan april 2010 sampai maret 2011 didapatkan 1.054 pasien dengan berbagai macam diagnosa dan 183 ibu yang memeriksakan tumbuh kembang anaknya. Dari 183 ibu yang memeriksakan tumbuh kembang anaknya 76 diantaranya bayi berusia 9-12 bulan.
Orang tua memiliki peran penting dalam optimalisasi perkembangan seorang anak. Orang tua harus selalu memberikan rangsang atau stimulasi kepada anak dalam semua aspek perkembangan baik motorik kasar maupun halus, bahasa dan personal sosial. Stimulasi ini harus di berikan secara rutin dan berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain dan lain-lain. Sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal. Kurangnya stimulasi dari orang tua dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan anak, karena itu para orang tua atau pengasuh harus diberi penjelasan cara-cara melakukan stimulasi kepada anak-anak  (Dinkes,2009 : 1). Kelainan perkembangan tersebut disebabkan karena prematuritas, bayi baru lahir sebelum waktunya, kurang dari berat badan normal, infeksi, hambatan pertumbuhan dalam kandungan, kelainan bawaan, ibunya pengguna obat-obatan terlarang, lingkungan sosial (kemiskinan),  pendidikan orang tua yang rendah, ibu yang terlalu muda atau perceraian, juga factor lingkungan seperti terkait nutrisi, psikologis dan stimulus yang diberikan keluarga (Atmikasari,2008 : 1).
Salah satu upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak  adalah membina kemampuan dasar sedini mungkin, dengan dukungan upaya deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak (Depkes RI,2005 : 1) . Peran bidan dalam hal ini memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, yang  mencakup:  Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi atau balita,  Menentukan diagnosis dan prioritas masalah, Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana, Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah, Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan, Membuat rencana tindak lanjut, Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan. Satu wujud dari upaya tersebut dengan meningkatkan peran ibu dengan dilandasi pengetahuan yang memadai tentang perkembangan motorik terutama motorik halus.

B.     Pembatasan masalah dan rumusan masalah
      Berdasarkan latar belakang yang terpenuhi beberapa faktor, maka peneliti membatasi penelitiannya pada tingkat tahu dan paham ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus anak usia 9-12 bulan. dan dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : adakah hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus pada bayi usia 9-12 bulan ?

C.    Tujuan penelitian
1.      Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus usia 9-12 bulan.
2.      Tujuan khusus
a.    Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus di poli tumbuh kembang RSUD Sidoarjo.
b.    Mengidentifikasi perkembangan bayi usia 9-12 bulan di poli tumbuh kembang RSUD Sidoarjo.
c.    Menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus usia 9-12 bulan di poli tumbuh kembang RSUD Sidoarjo.

D . Manfaat penelitian
1.         Manfaat teoritis
a.    Bagi institusi
Sebagai tambahan masukan bagi institusi pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam bidang perkembangan motorik halus anak.
b.    Bagi Profesi Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi kebidanan untuk mengukur kemampuan tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus usia 9-12 bulan.
2.         Manfaat praktis
a.    Bagi orang tua atau responden
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan perkembangan anak serta dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran ibu-ibu yang memiliki bayi usia 9-12 bulan sehingga dapat memberikan stimulasi bagi bayinya karena penting untuk perkembangan motorik halus bayinya.
b.    Bagi Tempat Penelitian
Memberikan masukan dan sebagai data dasar tentang hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus bayi usia 9-12 bulan.
c.    Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat sebagai data pendukung pada penelitian  hubungan  pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus bayi usia 9-12 bulan dan menambah ilmu pengetahuan peneliti mengenai metode penelitian dan perkembangan bayi.