BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia
pada dasarnya selalu ingin tahu yang benar. Untuk memenuhi rasa ingin tahu ini,
manusia sejak jaman dahulu telah berusaha mengumpulkan pengetahuan. Pengetahuan
pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang
untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh
baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Semenjak
adanya sejarah kehidupan manusia di bumi ini, manusia telah berusaha
mengumpulkan fakta. Cara memperoleh kebenaran non
ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah
melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”.
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau
masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja (Notoatmodjo,2010 : 2,10).
Pembentukan
kualitas SDM yang optimal baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat
tergantung dari proses tumbuh dan kembang pada usia dini. perkembangan anak adalah
segala perubahan, baik perubahan fisik, perkembangan kognitif, emosi maupun
perkembangan psikososial yang terjadi dalam usia anak (Endah,2008 : 1). Salah
satu bentuk perkembangan yang harus dicapai anak yaitu perkembangan motorik
halus yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
(Depkes RI,2005 : 7).
Semenjak
bayi berusia 9-12 bulan mulai dapat menunjukkan keterampilan-keterampilan yang
mereka miliki seperti : belajar mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan
sekitar. Saat ini masih terdapat anak usia 9-12 bulan yang mengalami
keterlambatan dalam perkembangan motorik halusnya hal ini dapat dilihat dari
cara mereka menggenggam pensil atau benda, memindahkan mainan atau kue kering
dari satu tangan ke tangan yang lain. untuk meningkatkan perkembangan anak
tersebut diperlukan stimulasi yang dapat meningkatkan ketrampilan anak tersebut
diantaranya stimulasi dengan tumbuh-tumbuhan, stimulasi dengan mainan yang
ditumpuk-tumpuk. Stimulasi sangat penting dibutuhkan untuk merangsang anak agar
mau mengenal keterampilan dan pengetahuan yang baru sehingga kecerdasan anak
dapat meningkat (Farmawa,2008 : 2).
Jumlah Balita di Indonesia sekitar 10%
dari seluruh populasi. Maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas
tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius. Pembinaan
pertumbuhan perkembangan anak secara
komperhensip dan berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi,
deteksi dan intervensi dini penyimpangan pertumbuhan perkembangan balita dilakukan pada “masa kritis“ (Depkes RI, 2005:1). Data
diatas analisa situasi orang tua dan anak
di Dinas Kesehatan tingkat I Propinsi Jawa Timur 2008 untuk deteksi
tumbuh kembang balita di Jawa Timur di tetapkan 80% tetapi cakupan
diperiksa 40-59% dan mengalami perkembangan tidak optimal sebanyak 0,14% (Bejo,2010
: 2). Berdasarkan hasil data
yang diperoleh dari poli tumbuh kembang RSUD Sidoarjo bulan april 2010 sampai
maret 2011 didapatkan 1.054 pasien dengan berbagai macam diagnosa dan 183 ibu
yang memeriksakan tumbuh kembang anaknya. Dari 183 ibu yang memeriksakan tumbuh
kembang anaknya 76 diantaranya bayi berusia 9-12 bulan.
Orang tua memiliki peran penting dalam
optimalisasi perkembangan seorang anak. Orang tua harus selalu memberikan
rangsang atau stimulasi kepada anak dalam semua aspek perkembangan baik motorik
kasar maupun halus, bahasa dan personal sosial. Stimulasi ini harus di berikan
secara rutin dan berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain dan
lain-lain. Sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal. Kurangnya
stimulasi dari orang tua dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan anak,
karena itu para orang tua atau pengasuh harus diberi penjelasan cara-cara melakukan
stimulasi kepada anak-anak (Dinkes,2009
: 1). Kelainan perkembangan
tersebut disebabkan karena prematuritas, bayi baru lahir sebelum waktunya, kurang
dari berat badan normal, infeksi, hambatan pertumbuhan dalam kandungan,
kelainan bawaan, ibunya pengguna obat-obatan terlarang, lingkungan sosial
(kemiskinan), pendidikan orang tua yang
rendah, ibu yang terlalu muda atau perceraian, juga factor lingkungan seperti
terkait nutrisi, psikologis dan stimulus yang diberikan keluarga (Atmikasari,2008
: 1).
Salah
satu upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas tumbuh kembang
anak adalah membina kemampuan dasar
sedini mungkin, dengan dukungan upaya deteksi dan intervensi dini tumbuh
kembang anak (Depkes RI,2005 : 1) . Peran bidan dalam hal ini memberi asuhan
kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, yang mencakup: Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai
dengan tumbuh kembang bayi atau balita,
Menentukan diagnosis dan prioritas masalah, Menyusun rencana asuhan
sesuai dengan rencana, Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah,
Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan, Membuat rencana tindak lanjut, Membuat
pencatatan dan pelaporan asuhan. Satu wujud dari upaya tersebut dengan
meningkatkan peran ibu dengan dilandasi pengetahuan yang memadai tentang
perkembangan motorik terutama motorik halus.
B. Pembatasan masalah dan rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang yang terpenuhi beberapa faktor, maka peneliti membatasi
penelitiannya pada tingkat tahu dan paham ibu tentang stimulasi motorik halus
dengan perkembangan motorik halus anak usia 9-12 bulan. dan dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : adakah hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi
motorik halus dengan perkembangan motorik halus pada bayi usia 9-12 bulan ?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui
hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus dengan perkembangan
motorik halus usia 9-12 bulan.
2. Tujuan khusus
a.
Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus di poli
tumbuh kembang RSUD Sidoarjo.
b.
Mengidentifikasi perkembangan bayi usia 9-12 bulan di poli tumbuh
kembang RSUD Sidoarjo.
c.
Menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus
dengan perkembangan motorik halus usia 9-12 bulan di poli tumbuh kembang RSUD
Sidoarjo.
D . Manfaat penelitian
1.
Manfaat teoritis
a.
Bagi institusi
Sebagai tambahan masukan bagi institusi
pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya dalam bidang
perkembangan motorik halus anak.
b.
Bagi Profesi Kebidanan
Hasil
penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi kebidanan untuk
mengukur kemampuan tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik halus
dengan perkembangan motorik halus usia 9-12 bulan.
2.
Manfaat praktis
a. Bagi
orang tua atau responden
Hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi dan pengetahuan perkembangan anak serta dapat meningkatkan
kewaspadaan dan kesadaran ibu-ibu yang memiliki bayi usia 9-12 bulan sehingga
dapat memberikan stimulasi bagi bayinya karena penting untuk perkembangan motorik
halus bayinya.
b.
Bagi Tempat Penelitian
Memberikan
masukan dan sebagai data dasar tentang hubungan pengetahuan ibu tentang
stimulasi motorik halus dengan perkembangan motorik halus bayi usia 9-12 bulan.
c. Bagi
peneliti
Hasil penelitian ini dapat sebagai data
pendukung pada penelitian hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik
halus dengan perkembangan motorik halus bayi usia 9-12 bulan dan menambah ilmu
pengetahuan peneliti mengenai metode penelitian dan perkembangan bayi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar